Kamis, 10 Mei 2012

Kadar Protein

Kajian Teori
Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida, berbobot molekul tinggi dari 5000 sampai berjuta-juta. Protein terdiri dari bermacam-macam golongan makromolekul yang heterogen. Unsur yang ada dalam hampir semua protein adalah hidrogen, oksigen, nitrogen, dan belerang. Beberapa protein berisi unsur lain seperti besi yang terdapat dalam hemoglobin, iodium terdapat dalam thiroglobin dan fosfor terdapat dalam kasein. Molekul protein sangat besar, masa molekulnya berkisar antara 10.000-25.000. oksihemoglobin dengan rumus molekul (C783H 1166O208N203S2Fe4) mempunyai massa molekul kurang lebih 65.000.

Penyusun protein adalah asam amino, yaitu asam organik yang mengandung gugus amimo (-NH2) disamping gugus karboksilat (-COOH). Asam amino yang terdapat di alam selalu berupa asam amino alpa , artinya gugus - NH2 selalu terikat pada atom C- alpa, yaitu atom C di dekat gugus –COOH. Asam amino yang dikenal banyak sekali tetapi hanya 20 jenis yang termasuk penyusun protein alami. Gugus R disebut gugus samping, gugus inilah yang membedakan sifat-sifat antara satu asam amino dengan asam amino lainnya, sedangkan gugus lainnya sama untuk semua asam amino.
Untuk reaksi biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptide suatu protein sehingga menghasilkan warna ungu dengan absorbansi maksimum pada 540 nm. Absorbansi ini berbanding langsung dengan konsentrasi protein dan tidak bergantung pada jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptida yag sama persatuan berat, hal – hal yang dapat mengganggu reaksi ini adalah adanya urea dan gugus pereduksi yang bereaksi dengan Cu2+.
Dalam penentuan protein dengan biuret didasarkan atas pengukuan serapan cahaya oleh ikatan kompleks yang berwarna ungu. Hal ini terjadi apabila protein bereaksi dengan tembaga dalam lingkungan alkali. Adanya penambahan alkali pada protein dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis ikatan peptida dari polimer protein. Hidrolisis ini menghasilkan monomer-monomer asam amino dan ada sebagian gugus asam amino yang berubah menjadi amonia. Akibat hidrolisis itu jumlah gugus asam amino berkurang.
Analisis Data
Berdasarkan data hasil pengamatan yang kami lakukan dapat di analisis sebagai berikut :
1.      Penetapan Absorbansi Larutan Sampel
Pada penetapan absorbansi larutan sampel untuk 1 ml sampel protein yang tidak berwarna ditambahkan 4 ml larutan biuret berwarna biru muda dan kemudian dikocok menghasilkan warna ungu (+), selanjutnya larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan berubah warna menjadi ungu (++) dengan pembacaan absorbansi sebesar 0,214 nm dengan konsentrasi sebesar 4,051 ml/mg.
2.      Penetapan Absorbansi Larutan blanko
Pada penetapan larutan blanko, 1 ml aquades yang tidak berwarna ditambahkan 4 ml larutan biuret berwarna biru muda dan kemudian dikocok menghasilkan warna biru (+), selanjutnya larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan warna tetap menjadi biru (+) dengan pembacaan absorbansi sebesar 0,055 nm dengan konsentrasi sebesar 0,262 ml/mg.
3.      Penentuan Kurva Standar
Selanjutnya pada penentuan kurva standar, Pertama 1 ml larutan standar protein 1 mg/ml yang tidak berwarna ditambahkan 4 ml larutan biuret berwarna biru muda dan kemudian dikocok menghasilkan warna biru (+), selanjutnya larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan berubah warna menjadi biru dengan pembacaan absorbansi sebesar 0,093 nm dengan konsentrasi sebesar 1,000 ml/mg.
Kedua 1 ml larutan standar protein 2 mg/ml yang tidak berwarna ditambahkan 4 ml larutan biuret berwarna biru muda dan kemudian dikocok menghasilkan warna biru (+), selanjutnya larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan berubah warna menjadi biru dengan pembacaan absorbansi sebesar 0,132 nm dengan konsentrasi sebesar 2,000 ml/mg.
Ketiga 1 ml larutan standar protein 3 mg/ml yang tidak berwarna ditambahkan 4 ml larutan biuret berwarna biru muda dan kemudian dikocok menghasilkan warna biru (+), selanjutnya larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan berubah warna menjadi ungu dengan pembacaan absorbansi sebesar 0,158 nm dengan konsentrasi sebesar 3,000 ml/mg.
Keempat 1 ml larutan standar protein 5 mg/ml yang tidak berwarna ditambahkan 4 ml larutan biuret berwarna biru muda dan kemudian dikocok menghasilkan warna biru (+), selanjutnya larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan berubah warna menjadi ungu (+) dengan pembacaan absorbansi sebesar 0,248 nm dengan konsentrasi sebesar 5,000 ml/mg.
Kemudian untuk yang kelima 1 ml larutan standar protein 7 mg/ml yang tidak berwarna ditambahkan 4 ml larutan biuret berwarna biru muda dan kemudian dikocok menghasilkan warna biru (+), selanjutnya larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan berubah warna menjadi ungu (++) dengan pembacaan absorbansi sebesar 0,346 nm dengan konsentrasi sebesar 7,000 ml/mg.

 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan dapat dilihat bahwa kadar sampel protein yang digunakan untuk praktikum memiliki absorbansi sebesar 0,214 nm dan mengalami perubahan warna ungu ketika ditambahkan biuret dan ungu yang semakin pekat setelah di inkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa dalam larutan basa, Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptide suatu protein sehingga menghasilkan warna ungu, dan mengandung protein. Pada sampel ini telah mendekati larutan standar protein yang memiliki absorbasi 0,248 dengan konsentrasi 5 mg/ml. 
Kemudian untuk kurva standar protein dengan konsentrasi 1 mg/ml dan 2 mg/ml setelah ditambahkan biuret dan diinkubasi berwarna biru, hal ini dikarenakan adanya penambahan alkali saat reaksi berlangsung (penambahan biuret) pada protein yang dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis ikatan peptida dari polimer protein. Hidrolisis ini menghasilkan monomer-monomer asam amino dan ada sebagian gugus asam amino yang berubah menjadi amonia. Akibat hidrolisis itu jumlah gugus asam amino berkurang sehingga larutan berwarna biru.
 Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan protein maka semakin pekat warna larutan dan semakin besar nilai absorbansinya. Pada percobaan tersebut, kami memperoleh nilai absorbansi larutan blanko sebesar 0,055 nm. Sedangkan pada larutan standar protein dengan konsentrasi 1,000 mg/ml absorbansinya sebesar 0,093 nm; 2,000 mg/ml absorbansinya sebesar 0,132 nm; 3,000 mg/ml absorbansinya sebesar 0,158 nm; 5,000 mg/ml absorbansinya sebesar 0,248 nm; dan 7,000 mg/ml diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,346 nm. Kemudian dari hasil uji sampel protein dengan biuret ini, dapat dikatakan sesuai karena pada percobaan diketahui nilai absorbansinya sebesar 0,214 nm yang mendekati kurva standar yang memiliki konsentrasi 5,000 mg/ml dengan absorbansi 0,248 nm.

2 komentar:

  1. Menarik sekali mbak fadiah. Meskipun meruapakan hasil adopsi dari percobaan metabolisme, setidaknya kita akan dapat memahami seperti apa protein itu, bagaimana kita menguji kadar protein itu.

    BalasHapus
  2. Terimah kasih atas komentarnya ya :)

    BalasHapus